Narcissius



Kisah ini, adalah kisah yang selalu diandalkan oleh para mama di peradaban Yunani kuno untuk menunjukan kepada anak-anaknya tentang betapa manusia hanya akan takjub kepada dirinya sendiri. Dengan tujuan, agar para anaknya dapat paham, hingga mengerti dan berhati-hati dalam menjalani hidupnya sebagai manusia. Dengan latar tempat cangkungan hutan di Yunani, dan ke telaga itu, setiap pagi seorang lelaki berkunjung.  Dia berlutut di tepinya, mengagumi bayanga yag terpantul di permukaan. Dia memang tampan, garis dan lekuk parasnya terpahat sempurna. Matanya berkilau. Alis hitam dan cambang di wajahnya berbaris rapih, menjadi kontras yang menegaskan kulit putihnya. Lelaki itu, kita tahu, “NARCISSIUS”. Dia tak pernah berani menjamah air telaga. Dia takut citra indah yag dicintainya itu memudar hilang ditelan riak. Konon, dia dikutuk oleh Echo, peri wanita yang pernah ia tolak cintanya. Dia terkutuk untuk encintai tanpa bisa menyentuh, tanpa bisa merasakan, tanpa bisa memiliki. Echo meneriakkan laknatnya di sebuah lembah, menjadi gema dan gaung yang hingga kini diistilahkan dengan namanya. Maka  di tepi telaga itu Narcissius selalu terpana dan terpesona. Wajah dalam air itu mengalihkan dunianya. Dia lupa pada segala hajat hidupnya. Kian hari tubuhnya melemah, hingga satu hari ia jatuh tenggelam. Alkisah, di tempat ia terbenam, tumbuh sekuntum bunga. Orang-orang menyebut bunga itu Narcissius. Selesai. Namun, seoran Paulo Coelho memiliki akhir cerita yang lebih memikat. Tentang lelaki yang mencintai dirinya sendiri yang kemudian jatuh tenggelam ke dalam dasar telaga. Dia mengabadikannya dalam karya tulisnya yang berjudul “the alchemist” dia menceritakan bahwa setelah kematian Narcissius, peri-peri hutan datang ke telaga, air yang semula jernih dan tawar menjadi seasin air mata.
“mengapa kau menangis?” Tanya para peri.
Telaga itu berkaca-kaca, “aku menangisi Narcissius” katanya.
“oh, tak heran lah kau tangisi dia. Sebab semua penjuru hutan selalu mengaguminya, namun, haya kau yang bisa mentakjubi keindahannya dari dekat”.
“oh, indah kah Narcissius?” Tanya telaga.
Para peri hutan saling memandang.”siapa yang mengetahuinya lebih daripadamu?”kata salah seorang, ”di dekatmu lah tiap hari dia berlutut mengagumi keindahannya.”
Sejenak hening menyergap mereka. “aku menangisi Narcissius,” kata telaga kemudian, ”tapi tak pernah ku perhatika bahwa dia indah. Aku menangis karena, kini aku tak bisa memandang keindahanku sendiri yang terpantul di bola matanya tiap kali dia berlutut di dekatku”.
Maka Narcissius adalah kesimpulan dari banyak kegilaan manusia akan kepesonaan dirinya sendiri. Dengan maksud lain bahwasanya kita akan begitu menikmati melihat pantulan pesona kita dari penilaian orang lain terhadap kita.

Salam hangat
sahabatmu yang lain, A.A Nafis







                                                                                                                

Komentar

Postingan Populer