Ya Gue Mah Gini, Udah Takdir
Takdir menjadi sebuah topik tabu
yang enggan dibahas oleh banyak kalangan, yang sayangnya bila tidak benar-benar
dipahami akan memunculkan keraguan menyangkut banyak sekali perkara. Banyak
sekali pertanyaan yang timbul bersangkutan dengan hal ini, contohnya; “bila
segala hal sudah tertuang dalam garis takdir, lalu letak kebebasan seorang
manusia dimana?”, “Apabila buruknya akhir hidupku sudah digariskan dalam
suratan takdir, lalu untuk apa aku berusaha berbuat baik?”, “bila takdirku
adalah menjadi seorang penghuni neraka, lalu mengapa dengan kejam aku masih
saja diciptakan?”. Pertanyaan ini cukup populer di gejolak pemikiran banyak
umat beragama.
Namun sebelumnya perlu diketahui
bahwa penjelasan takdir dalam islam pun beragam, mengingat beragam pula aliran
yang eksis dalam agama ini. penulis sebagai salah seorang penganut ahli sunnah
wal jamaah mencoba mengutarakan pemahaman penulis yang sedikit ini mengenai
takdir berdasarkan sumber-sumber yang relevan dengan aliran yang penulis anut.
Tapi tunggu, kok bahasa gue jadi kaku gini seh…
Gak apa-apa lah, kali-kali
Perlu banyak waktu untuk mengupas
setiap pemahaman akan takdir dari berbagai aliran islam yang ada, karena itu
pada kesempatan kali ini penulis tidak akan mengarah ke sana(ilmu gue belum nyampe
bray, lagi juga ribet, gue masih mau rebahan…). Tulisan ini berkiblat pada salah satu
penceramah favorit penulis, Dr. zakir naik, yang penulis rasa sangat berhasil
menggambarkan pemahaman akan takdir yang dianggap relevan dengan kehidupan
setiap orang(ya kalo lu udah nonton ceramahnya juga gapapa lah lanjut baca
dulu...).
Ketika beliau sedang berceramah,
pertanyaan-pertanyaan serupa di atas dilemparkan oleh beberapa audiens berbeda
di beberapa kesempatan yang berbeda pula, bukti bahwa topik ini memang
menggejolak pikiran banyak umat.
Merupakan sebuah kebenaran bahwa
apa yang terjadi di semesta ini berdasarkan kehendak Allah. Namun manusia
memiliki porsi menentukan pilihan akan hidup seperti apa ia di bumi, manusia
diberikan bagian untuk berkehendak, bagian untuk menentukan jalan hidupnya. Hal
ini sejalan dengan surah an-naba ayat ke-39 yang artinya, “itulah hari yang
pasti terjadi. Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan
kembali pada tuhannya” ya, barang siapa yang menghendaki. penjabaran ini sesuai
dengan apa yang tertulis dalam artikel “Memahami Takdir Dengan Benar”.
Tapi kan seseorang menentukan
jalannya juga udah tertulis dalam takdir. Gimana sih penulis?.
Manusia lah yang menentukan jalan
seperti apa yang ia ambil. Mengenai hal ini, Dr. Zakir naik memberikan sebuah
perumpamaan. Karena hidup adalah sebuah ujian, maka beliau mengumpamakan takdir
dan hidup ini dengan sekolompok siswa yang sedang melaksanakan ujian di sebuah
kelas. Tentu siswa sendiri memiliki porsi yang cukup besar untuk menentukan keberhasilannya
melewati ujian. Ada yang melakukan
persiapan dengan baik, ada pula yang sebaliknya. Seorang guru yang mengajari
siswa-siswa ini tentu sudah sangat mengenal pribadi masing-masing siswa.
Sehingga ia pun dapat menerka bahwa si A tentu akan lulus ujian dengan baik,
karena ia tahu anak tersebut rajin dan semacamnya, si B juga demikian.
Sayangnya, si C nampaknya tidak akan lulus ujian ini, beberapa hari terakhir ia
sibuk bermain, kesehariannya di sekolah pun tidak baik, “ya anak ini tidak akan
lulus” ucapnya. Lalu ketika pengumuman hasil ujian tiba dan C benar-benar tidak
lulus, apakah ini karena guru yang menerka dan berkata bahwa si C tidak akan
lulus? tentu saja tidak. Begitupun dengan takdir. Dengan mengetahui segalanya
Allah sudah tahu jalan mana yang akan kita ambil dan menulisnya di lauhul mahfuz.
Tentunya kemaha-an Allah mengenai hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi, apa
lagi dibandingkan dengan kemampuan menerka seorang guru. Kita lah yang
memutuskan mengambil jalan yang kita pilih, namun Allah telah menulisnya dalam
garis takdir terlebih dahulu.
Uraian di atas erat kaitannya
dengan agama, lalu apakah takdir hanya berlaku bagi orang-orang beragama saja?
Tentu tidak. Hal ini pun dapat dijelaskan secara ilmiah. ketahuilah bahwa
setiap kejadian saling berhubungan dan mempengaruhi. Seorang atheis tentu tidak
akan percaya bahwa angin topan yag terjadi di jepang merupakan sebuah takdir, bahwa
terjadinya hal yang tiba-tiba ini telah ditulis oleh dan atas kehendak tuhan,
mereka menolak berpikir seperti itu. Atheis membahasnya dengan teori yang telah
disebutkan sebelumnya, bahwa segala hal berhubungan, interconnected. Akhirnya muncullah teori
“butterfly effect” yang berbunyi bahwa sebuah kepakan kupu-kupu di tempat dan
waktu yang sangat tepat dapat mengakibatkan sebuah angin topan di tempat yang
lain. Teori yang menjawab bahwa tidak ada suatu hal pun yang benar-benar terjadi
kebetulan. Dan muslim tersenyum seraya berkata “ya, bukankah seperti itu takdir
ditulis dan bekerja?”.
Bonus
Dengan uraian di atas penulis menyarankan
untuk berhenti pasrah, penulis membuat tulisan ini dengan judul “Ya Gue Mah Gini,
Udah Takdir” karena kata-kata “gue mah gini” merupakan bentuk dari sebuah
kepasrahan. Bila dalam takdir saja manusia memiliki porsi untuk berkehendak, lalu
mengapa tidak kita coba dalam kepribadian kita. Mari mencoba untuk tidak membiarkan
sifat buruk mencerminkan kepribadian. Sejatinya diri dan kepribadian merupakan
sebuah pencapaian. Perlu koreksi dan pembelajaran. Kau yang membentuk jati
diri, kau yang menentukan ingin seperti apa kau dikenal. Jangan biarkan hal
lain mengambil itu darimu. Bukankah ada baiknya bila kita memiliki pola dalam
berpikir bahwa kita bukanlah apa yang terbentuk, tetapi kita adalah apa yang
kita bentuk. Teruslah berusaha menjadi lebih baik. Menjadi diri sendiri itu
mensyukuri hal-hal yang tidak bisa kita ubah seperti paras dll, menjalani hal-hal
yang menjadi kecintaan, mengikuti selera untuk memilih jalan hidup. Ketahuilah
bahwa sifat dan kebiasaan buruk bukan bagian dari itu.
Mari beropini, mari berdiskusi.
Salam hangat, sahabatmu ar razy
Maaf bang bisa dijelaskan analogi takdir dengan ujian bilamana dilihat bahwa guru udah tau hasil akhir tidak lulus dengan mereka2 tabiat orang C yg suka bermain yang artinya ada kejadian sebelum reka2 tersebut namun dalam takdir beda, sebelum Allah mentakdirkan tidak ada kejadian apapun ?
BalasHapusTerimakasih untuk prtnyaannya kawan. Mgkin prlu dpahami kmbali bahwa apa yg trjadi dalam tkdir sama halnya sperti apa yg telah djelaskan. Tidak ada satu hal pun yang benar2 terjadi secara kebetulan. Takdir yg trjadi merupakan hasil dr rentetan peristiwa2 yg trjadi sblmnya, ingat interconneted?, Ya seperti itu lah. Contohnya coba saha silahkan tarik kembali peristiwa2 yg trjadi shingga mengakibatkan trlahirnya kita di dunia ini, mulai dr saling mengenalnya dua insan, memutuskan mengikat hubungan, peristiwa di suatu malam yg tidak bisa dijelaskan(ayah nakal), sampai akhirnya kita trlahir. Kelahiran kita bkn lah suatu kebetulan, dan ini sebuah takdir.
Hapus